Tatkala Jazirah Arab mulai disinari cahaya petunjuk dan kebenaran Islam, seorang anak Yatsrib, Mu'adz bin Jabal, baru meningkat remaja. Dibanding anak-anak sebayanya, Mu'adz remaja adalah anak yang pintar, berpikiran tajam, kata-katanya mengagumkan, dan berkemauan keras.
Mu'adz bin Jabal masuk Islam di hadapan seorang da'i dari Makkah, Mush'ab bin 'Umair. Pada malam 'Aqabah, Mu'adz mengulurka tangannya yang kecil kepada Rasulullah untuk dibai'at. Mu'adz dibai'at bersama-sama dengan suatu rombongan berjumlah tujuh puluh dua orang. Mereka sengaja datang ke Makkah, memperoleh kebahagiaan dan kemuliaan bertemu dengan Rasulullah SAW untuk di bai'at oleh beliau. Mereka hendak melukis halaman sejarah yang sangat mengagumkan dan megah. Sekembalinya Mu'adz bin Jabal dari Makkah ke Madinah, dia dengan beberapa orang remaja sebayanya membentuk suatu kelompok untuk untuk menghancurkan patung-patung dan membunganya dari rumah-rumah kaum musyrikin Tatsrib, baik dengan cara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Hasil gerakan pemuda-pemuda tanggung ini antara lain seorang pemimpin tertua Yatsrib, 'Amr bin Jamuh, masuk Islam.
'Amr bin Jamuh adalah pemimipin Bani Salamah, dan tergolong bangsawan. Dia mempunyai sebuah berhala milik pribadi. Berhala itu terbuat dari kayu, bagus dan mahal harganya. Memiliki berhala dan menempatkannya di rumah pribadi seperti yang dilakukan 'Amar bin Jamuh sudah menjadi adat bagi para bangsawan Yatsrib. Orang tua Bani Salamah ini merawat patung tersebut dengan sungguh-sungguh. Patung itu diberinya pakaian dari sutera halus dan diminyakinya dengan wangi-wangian setiap pagi.
Pada suatu malam yang gelap gulita, remaja kelompok Mu'adz bin Jabal mencuri patung tersebut dari tempat pemujaannya, lalu mereka bawa ke belakang komplek perumahan Bani Salamah. Sampai di
"celakalah orang yang menganiaya tuhan kami," kata 'Amr bin Jamuh mengutuk. Patung itu dikeluarkannya dari lubang kotoran, kemudian dimandikan dan dibersihkannya.
Sesudah itu diminyakinya dengan harum-haruman, lalu diletakkannya kembali di tempat pemujaan. Katanya, "Hai Manat! (nama patung tersebut). Demi Allah! Kalau aku tahu orang yang menganiayamu, sungguh akan aku hukum dia"
Bila hari sudah malam dan orang tua itu sudah tidur, Mu'adz dan kawan-kawan pergi pula ke tempat patung itu dengan sembunyi-sembunyi. Mereka bereaksi kembali seperti kemarin.
Besok paginya 'Amr bin Jamuh mencari patungnya, dan ditemukannya di lobang kotoran yang lain. Patung itu dikeluarkannya, lalu dimandikan, dibersihkan dan diminyakinya. Dia mengutuk sejadi-jadinya perbuatan orang yang menghina tuhannya. Peristiwa seperti itu terulang berkali-kali. Setiap patung itu dilemparkan para remaja kelobang kotoran, selalu diambil kembali.. kemudian dibersihkannya, dimunyakinya, dan diletakkannya kembali ke tempat pemujaan. Terakhir, diambilnya pedang lalu digantungkannya di leher patung itu. Kata 'Amr bin Jamuh kepada Manat, "Demi Allah! Aku tidak siapa yang menganiaya engkau. Jika engkau memang sanggup, hai manat, maka lindungilah dirimu…! Ini pedang untukmu…!"
Setelah malam tiba, dan orang tua itu sudah tidur, Mu'adz dan kawan-kawan segera pula bereaksi. Pedang yang tergantung di leher Manat mereka ambil. Patung Manat mereka ikat menjadi satu dengan bangkai anjing, kemudian mereka lemparkan ke lubang kotoran, pagi-pagi 'Amr bin Jamuh mencari-cari patung pujaanya. Didapatinya patung itu tengkurap, bersatu dengan bangkai anjing dlam comberan bergelimang kotoran.
Kata 'Amr bin Jamuh, "Seandainya engkau benar-benar tuhan, tentu engkau tidak sudi diikat bersama bangkai anjing di dalam comberan bergelimang kotoran seperti itu…" kemudian pemimpin Bani Salamah itu masuk Islam dan menjadi muslim yang baik. Setelah Rasulullah saw. tiba di Madinah sebagai Muhajirin, pemuda Mu'adz selalu mendampingi beliau. Tak ubahnya bagaikan bayang-bayang dengan orangnya. Mu'adz belajar mengaji Al-Qur'an dan Ilmu Syari'at Islam kepada beliau. Mu'adz cepat menjadi sahabat yang terpandai membaca kitab Allah dan paling 'alim mengenai syari'at Islam.
Yazid bin Quthaib pernah bercerita, "Pada suatu ketika aku masuk ke masjid Himsh. Di sana kulihat seorang pemuda berambut keriting duduk dikelilingi orang banyak. Kalau dia berbicara seolah-olah cahaya dan permata yang keluar dari mulutnya. Aku bertanya, "siapa pemuda itu?"
"Muadz bin Jabal," jawab mereka. Abu Muslim. Abu Muslim al Kaulany pernah pula meriwayatkan, "Aku masuk ke masjid Dimsyiq. Halaqah (majlis ta'lim) dalam masjid penuh dengan para sahabat senior. Seorang pemuda bermata hitam dan gigi putih berkilat duduk di tengah-tengahmereka. Setiap mereka berselisih pendapat tentang suatu masalah, mereka tanyakan kepada pemuda itu. Akku bertanya kepada orang di dekatku, "siapa pemuda itu?" "Mu'adz bin Jabal!" katanya.
Setelah malam tiba, dan orang tua itu sudah tidur, Mu'adz dan kawan-kawan segera pula bereaksi. Pedang yang tergantung di leher Manat mereka ambil. Patung Manat mereka ikat menjadi satu dengan bangkai anjing, kemudian mereka lemparkan ke lubang kotoran, pagi-pagi 'Amr bin Jamuh mencari-cari patung pujaanya. Didapatinya patung itu tengkurap, bersatu dengan bangkai anjing dlam comberan bergelimang kotoran.
Kata 'Amr bin Jamuh, "Seandainya engkau benar-benar tuhan, tentu engkau tidak sudi diikat bersama bangkai anjing di dalam comberan bergelimang kotoran seperti itu…" kemudian pemimpin Bani Salamah itu masuk Islam dan menjadi muslim yang baik. Setelah Rasulullah saw. tiba di Madinah sebagai Muhajirin, pemuda Mu'adz selalu mendampingi beliau. Tak ubahnya bagaikan bayang-bayang dengan orangnya. Mu'adz belajar mengaji Al-Qur'an dan Ilmu Syari'at Islam kepada beliau. Mu'adz cepat menjadi sahabat yang terpandai membaca kitab Allah dan paling 'alim mengenai syari'at Islam.
Yazid bin Quthaib pernah bercerita, "Pada suatu ketika aku masuk ke masjid Himsh. Di sana kulihat seorang pemuda berambut keriting duduk dikelilingi orang banyak. Kalau dia berbicara seolah-olah cahaya dan permata yang keluar dari mulutnya. Aku bertanya, "siapa pemuda itu?"
"Muadz bin Jabal," jawab mereka. Abu Muslim. Abu Muslim al Kaulany pernah pula meriwayatkan, "Aku masuk ke masjid Dimsyiq. Halaqah (majlis ta'lim) dalam masjid penuh dengan para sahabat senior. Seorang pemuda bermata hitam dan gigi putih berkilat duduk di tengah-tengahmereka. Setiap mereka berselisih pendapat tentang suatu masalah, mereka tanyakan kepada pemuda itu. Akku bertanya kepada orang di dekatku, "siapa pemuda itu?" "Mu'adz bin Jabal!" katanya.
Tidak mengherankan kalau Mu'adz bin Jabal berhasil menjadi orang pandai. Sejak kecil dia dididik di Madrasah Rasulullah SAW., dan menamatkan pelajarannya di tangan beliau sendiri. Dia meneguk ilmu dari sumber yang mulia itu sejak bermula. Dia berhasil menguasai Ilmu Ma'rifat sesuai dengan ma'nanya yang baik dari guru yang paling baik. Diploma Mu'adz cukuplah kiranya pengakuan Rasulullah SAW. bagi Mu'adz dengan sabda beliau, "Umatku yang paling 'alim tentang halal dan haram ialah Mu'adz bin Jabal."
Posting Komentar