. Tsumamah bin Utsal Al-Hanafi | MUARA ILMU
Home » » Tsumamah bin Utsal Al-Hanafi

Tsumamah bin Utsal Al-Hanafi

Written By Mr. zan on 13/06/11 | 00.21

Yang Pertama Kali Menyeru Talbiyah

Pada mulanya ia menentang dakwah islam, bahkan berniat membunuh Rasulullah SAW. Tapi hidayah telah membuatnya menjadi pengikut Nabi Muhammad, yang dengan kekuasaannya memiliki andil besar dalam dakwah Islam di tanah Arab.

Kala berkeinginan meluaskan wilayah dakwahnya, Rasulullah SAW menulis delapan surat yang ditunjukan kepada raja-raja Arab dan ajam (bangsa bukan Arab) dengan maksud menyeru mereka agar memeluk agama Islam. Tsumamah bin Utsal Al-Hanafi adalah salah seorang yang dikirimi surat tersebut. Dia adalah pemimpin Bani Hanifah yang sangat terpandang dan disegani bangsa Arab pada zaman Jahiliyah. Selain itu, dia juga seorang di antara raja-raja Yamamah yang perintahnya senantiasa dipatuhi.

Kala Tsumamah menerima surat dari Rasulullah SAW, dia bersikap tidak peduli, bahkan berani menghina dan menunjukkan keangkuhannya dengan menutupi kedua lubang telinganya dari seruan kebenaran serta kebajikan. Bahkan sejak menerima surat tersebut, dia justru terbujuk dan terpedaya setan. Dia malah berniat membunuh Rasulullah. Hampir saja rencana terkutuk itu terlaksana dengan sempurna seandainya salah seorang paman Tsumamah tidak menghalangi maksud jahatnya.

Meski Tsumamah telah membatalkan niatnya untuk membunuh Rasulullah, dia tidak menghentikan tindakan jahatnya terhadap sahabat-sahabat Nabi yang lain. Setiap saat dia menunggu peluang untuk menangkap dan membunuh para sahabat Nabi dengan cara yang sangat kejam. Akibat kekejaman-kekejaman itulah, Nabi menghalalkan darahnya. Artinya, Tsumamah boleh dibunuh siapa saja.

Belum lewat beberapa waktu setelah Nabi mengumumkan halalnya darahnya, Tsumamah berniat menunaikan ibadah umrah. Dia berangkat meninggalkan Yamamah menuju Makkah. Terbayang di pelupuk matanya suasana thawaf mengelilingi Ka’bah dan pemotongan hewan kurban untuk para berhala. Dalam perjalanan, dia mengalami suatu kejadian yang sama sekali di luar perhitungannya di suatu tempat dekat Madinah.

Tsumamah melintasi tempat yang dijaga salah satu pasukan Rasulullah. Melihat Tsumamah, pasukan tersebut menangkap dan menawannya, lalu ia dibawa ke Madinah. Anggota pasukan itu tidak mengetahui siapa Tsumamah. Mereka hanya menganggap dia sebagai orang asing yang patut dicurigai. Sesampai di Madinah, dia diikat pada salah satu tiang di Masjid Nabi untuk kemudian dihadapkan kepada Rasulullah SAW.

Ketika hendak memasuki masjid, Rasulullah melihat Tsumamah yang terikat pada salah satu tiang masjid. Lalu beliau bertanya kepada para sahabat, “Tahukah kalian, siapa yang kalian tawan itu?”
“Tidak, ya Rasulullah.”

“Orang itu adalah Tsumamah bin Utsal Al-Hanafi. Perlakukan dia dengan baik,” perintah beliau.

Setelah itu, Nabi menuju rumahnya. Sesampai di rumah, beliau berkata kepada istrinya, “Siapkanlah makanan yang ada dan antarkan kepada Tsumamah bin Utsal.”

Beliau juga memerintahkan agar Tsumamah diberi minum susu unta setiap pagi dan sore. Semua perintah Nabi dipatuhi para sahabat, sebelum beliau sendiri menemui Tsumamah. Pada akhirnya, Nabi menemuinya dan mengajaknya masuk Islam sambil berkata, “Apa kabar dan bagaimana perasaanmu, hai Tsumamah?”

“Keadaan saya baik-baik saja, hai Muhammad,” jawab Tsumamah. Kemudian dia melanjutkan kata-katanya, “Bila engkau membunuhku, engkau membunuh orang yang memang berutang darah kepadamu. Namun, bila engkau memberi pengampunan, engkau mengampuni orang yang bersyukur. Atau engkau menginginkan tebusan harta benda? Sebutkanlah berapa yang engkau kehendaki, akan aku penuhi semua itu.”

Rasulullah SAW tidak menjawab pertanyaan Tsumamah. Beliau langsung meninggalkannya, dan kejadian tersebut berlangsung selama dua hari. Selama itu pula Tsumamah dilayani seperti biasa, yaitu di beri makan dan minum air susu unta setiap pagi dan sore.

Suatu ketika, Rasulullah menemui kembali Tsumamah, kemudian beliau bertanya, “Apa kabar, dan bagaimana pendapatmu hari ini, hai Tsumamah?”

“Aku tidak berpendapat apa-apa kecuali seperti apa yang telah kukatakan sebelum ini,”jawabnya.
“Bila engkau memberikan pengampunan, engkau mengampuni orang-orang yang tahu bersyukur. Bila engkau berniat membunuhku, engkau membunuh orang yang memang berutang darah kepadamu, dan bila engkau menghendaki tebusan harta benda, sebutkan berapa engkau minta, akan kupenuhi semuanya,”lanjutnya.

Rasulullah kembali meninggalkan Tsumamah. Pada hari berikutnya, beliau menemuinya lagi dan bertanya, “Bagaimana pendapatmu hari ini, hai Tsumamah?”

“Pendapatku hari ini sama dengan yang telah kukatakan kepadamu.” Tsumamah pun mengeluarkan pendapatnya seperti yang telah dikatakannya sehari sebelumnya. Mendengar jawaban itu, Rasulullah lalu berpaling kepada sahabat-sahabatnya dan bersabda, “Lepaskan tali yang mengikat Tsumamah!”
Para sahabat pun lalu membuka ikatan tersebut dan membebaskan Tsumamah.

Tsumamah segera meninggalkan Masjid Nabawi dan menuju suatu tempat bernama Nakhel, di pinggiran kota Madinah. Dia mendekamkan untanya di dekat sumber air, dan membersihkan badannya sebersih mungkin. Setelah merasa bahwa badannya telah bersih, Tsumamah kembali lagi menuju Masjid Nabawi di Madinah. Begitu sampai di Masjid, dia berdiri di hadapan kaum muslimin dan mengucapkan dua kalimah syahadat.

“Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah.”

Setelah itu, dia berjalan menuju tempat Rasulullah dan berkata, “Hai Muhammad, demi Allah, sebelum aku berada di tempatmu saat ini, tidak ada wajah yang paling aku benci di muka bumi selain wajahmu. Namun, sekarang berbalik, wajahmu adalah yang paling aku senangi dari seluruh wajah yang ada di muka bumi. Demi Allah, tidak ada agama yang paling aku benci seperti agamamu; kini, agamamu paling aku senangi dari seluruh agama yang ada. Demi Allah, sebelum ini tidak ada negara yang paling aku benci seperti negaramu; kini, negaramu paling aku senangi dari seluruh negara yang ada!"

Kemudian, Tsumamah berkata lagi, “Aku dulu telah banyak mengalirkan darah sahabat-sahabatmu, maka sekarang apa yang akan engkau timpakan kepadaku?”

Nabi menjawab, “Tidak ada tuntunan apa-apa terhadap dirimu, hai Tsumamah, karena sesungguhnya Islam memaafkanmu atas perbuatanmu sebelum ini.”

Tidak lama kemudian, Rasulullah menyampaikan ucapan selamat dan rasa bahagia karena Allah telah menganugerahkan keislaman kepada Tsumamah. Mendengar ucapan Rasulullah, jiwa Tsumamah menjadi sangat tenang dan lega. Selanjutnya dia berkata, “Demi Allah, aku akan melakukan pembalasan terhadap kaum musyrikin lebih banyak lagi daripada apa yang pernah aku lakukan terhadap sahabat-sahabatmu. Aku menyerahkan jiwaku, pedangku, dan pengikutku untuk membelamu dan membela agamaku.”

Tidak lama kemudian, Tsumamah kembali ingat pada niat asalnya, yaitu hendak menunaikan umrah. Ingat akan hal itu, Tsumamah kemudian berkata lagi, “Ya Rasulullah, pasukanmu telah menahanku, padahal sebenarnya aku hendak menunaikan ibadah umrah. Bagaimana pendapatmu sekarang, apa yang harus aku perbuat?”

Rasulullah menjawab, “Teruskan niatmu, tetapi peribadatanmu harus sesuai dengan syariat agama Allah dan utusan-Nya.”

Kemudian, Tsumamah dibimbing melaksanakan ibadah haji dan umrah oleh para sahabat Nabi. Ia pun pergi menuju Makkah untuk melaksanakan niatnya. Tiba di tengah-tengah kota Makkah, dengan suara yang keras Tsumamah mengucapkan talbiyah: “Labaika Allahumma labbaika, Labbaika. Tiada sekutu bagi-Mu labbaik, sesungguhnya segala puji dan kenikmatan hanya untuk-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.”

Tsumamah adalah muslim pertama di atas muka bumi ini yang memasuki kota Makkah dengan mengumandangkan talbiyah. Mendengar suara talbiyah itu, kaum quraisy tersentak, kemudian bangkit dan marah. Sambil menghunus pedang, mereka menuju arah datangnya suara, dengan tujuan membunuh orang yang berani mengoyak suasana dengan teriakannya.

Setelah kaum Quraisy mengetahui bahwa Tsumamah yang meneriakkan talbiya dengan suaranya yang lantang dan keras, tercenganglah mereka. Ketika seorang pemuda Quraisy telah siap melepaskan panahnya ke arah Tsumamah, dengan cepat orang-orang Quraisy yang lain menahan tangannya dan berkata, “Hai, tahukah engkau, siapa orang itu? Ketahuilah olehmu, dia adalah Tsumamah bin Utsal, raja Yamamah. Demi Allah, bila kalian sampai berlaku jahat terhadapnya, kaumnya tidak akan memberikan makanan kepada kita, dan mereka akan membiarkan kita mati kelaparan.”

Setelah pedang-pedang yang terhunus dimasukkan ke sarungnya kembali, mereka menemui Tsumamah dan bertanya, “Apakah yang telah terjadi pada dirimu, hai Tsumamah? Apakah engkau telah murtad, meninggalkan agamamu dan agama nenek moyangmu?”

“Tidak, aku tidak murtad, tetapi aku menganut agama yang benar…aku mengikuti agama Muhammad. Aku bersumpah, demi Tuhan Ka’bah ini, setelah pulang ke Yamamah nanti, tidak sebutir gandum pun, juga makanan lain, akan sampai kepada kalian, kecuali kalian semua mengikuti Muhammad.”

Sepanjang hayatnya Tsumamah bin Utsal selalu menaati tuntunan agamanya serta menjaga janji yang pernah dia sampaikan kepada Nabi SAW. Ia bersama kaum Muslimin yang keimanannya masih teguh berjihad fi sabilillah, demi kejayaan kalimatullah di bumi ini.

Talbiyah ialah mengucapkan “Labbaikallahumma, labbaaik. Labbaika la syarika laka, labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk, la syarikalak.” (Aku siap melaksanakan dan memenuhi setiap perintah-Mu, ya Allah, aku siap melaksanakan.Tidak ada sekutu bagi-Mu, ya Allah, aku siap taat kepada-Mu. Sesungguhnya ketuhanan, kerajaan, dan nikmat itu milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu).

Talbiyah berasal dari kata Labba, yang berarti “siap di tempat”. Laksana seorang prajurit, kalau sudah siap di tempat, tinggal menunggu komando, untuk siap melaksanakan setiap perintah. Orang Arab, bila memanggil anak-anak mereka, anak-anaknya akan menjawab “Labbaika wasa’dayka”.

Talbiyah adalah syiar haji yang dikumandangkan sejak ihram dari miqat. Rasulullah SAW dan para sahabat sampai parau mengumandangkan talbiyah sejak dari miqat sampai Masjid Haram. Pada 8 Dzulhijjah ke Mina dan tanggal 9 Dzulhijjah dari Mina ke Arafah. Sesudah maqrib dari Arafah sampai Masy’aril Haram (mudzalifah). Dan sesudah shalat Subuh masih bertalbiyah dari Mudzalifah sampai Mina diselingi dengan takbir. Disunnahkan mengiringi bacaan talbiyah dengan shalawat dan doa.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. MUARA ILMU - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger